kotabontang.net - LSM Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut angkat bicara atas kenaikan tarif tol. Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, pemerintah seyogyanya tidak hanya memperhatikan kepentingan operator jalan tol saja.
Pasalnya, hingga kini banyak standar pelayanan minimal (SPM) tol masih jauh dari layak. Tolak ukur standar pelayanan ini salah satunya mengacu pada panjangnya antrian saat memasuki jalan bebas hambatan itu. "Tanpa adanya SPM yang tidak pernah diupdate, tidak fair jika tarif tol naik," tegasnya, kemarin.
Tulus sendiri juga menyayangkan keputusan pemerintah yang melakukan kenaikan beberapa tarif dalam waktu bersamaan.
Menurutnya, keputusan itu akan sangat membebani masyarakat sebagai konsumen dari semua aspek kebijakan pemerintah.
Kenaikan tarif tol itu secara faktual memang akan membebani rakyat. Sebab, dalam beberapa waktu, sejumlah komoditi lainnya juga naik. Yang paling terakhir, adalah harga BBM premium yang naik Rp 200 per liter.
Kenaikan tersebut menyesuaikan kenaikan karena harga minyak dunia yang mulai rebound setelah anjlok dalam beberapa bulan. Efeknya, bahkan bukan hanya pada premium.
Beberapa produk bahan bakar lain juga ikut terkerek. Pertamax dan Pertamax plus juga telah ikut mengikuti. Termasuk, elpiji 12 kg juga naik sampai Rp 5 ribu per tabung.
Kemarin, Presiden Jokowi khusus mengadakan rapat terbatas terkait kenaikan harga BBM premium tersebut. Kepada Menteri ESDM Sudirman Said, presiden sempat menanyakan tentang dasar keputusan menaikkan.
Kepada presiden, Sudirman menyatakan kalau kenaikan harga BBM premium masih dalam batasan wajar. Selain itu, lanjut dia, masyarakat juga harus mulai dibiasakan kalau BBM non subsidi harganya naik-turun sesuai dengan perkembangan pasar. "Dan, tadi beliau (presiden, Red) memahami premium harus naik 200 rupiah," kata Sudirman Said, usai rapat terbatas di komplek Istana Kepresidenan.
Disinggung mengenai kelangkaan elpiji 3 kilogram yang banyak dikeluhkan masyarakat di sejumlah daerah, dia tidak mengelaknya. Namun demikian, dia berjanji, pemerintah akan segera mengatasinya. "Yakinlah, pertamina pasti sedang berusaha keras untuk mengatasi itu terus," tandasnya.
Di luar beberapa kenaikan harga yang harus ditanggung masyarakat, pelanggan PT PLN (Persero) bisa tersenyum. Sebab, tarif listrik tidak ikut naik sepanjang Maret ini. Berdasar hitung-hitungan perusahaan pimpinan Sofyan Basir itu, tarif listrik justru mengalami penurunan. Kisarannya, antara Rp 28 sampai Rp 41 per ilo watt hour (kWh).
Untuk golongan R-2/Tegangan Rendah yang punya batas daya 3.500 VA sampai 5.500 VA. Kalau sebelumnya tarif per kWh Rp 1.468,25, kini menjadi Rp 1.426,58. Begitu juga dengan golongan R-3 dengan batas daya 6.600 VA ke atas. Penurunan sampai Rp 41,67 per kWh dari sebelumnya Rp 1.468,25 menjadi Rp 1.426,58.
Penurunan tidak hanya dirasakan rumah tangga, golongan bisnis dan industri besar juga merasakan hal yang sama. Besarannya, untuk golongan B-2 tarifnya turun Rp 41,67 per kWh, B-3 turun Rp 30,01 per kWh, tarif I-3 turun Rp 30,01 per kWh, dan I-4 sebesar Rp 28,13 per kWh.
Manajer Senior Komunikasi Korporat PLN Bambang Dwiyanto saat dihubungi Jawa Pos mengatakan tarif subsidi tidak berubah. Termasuk golongan rumah tangga dengan daya 1.300 dan 2.200 VA yang masih diberi subsidi sampai akhir Maret. "Pemberlakuan tarif adjustment mulai berlaku bulan depan (April)," ujarnya.
Sedangkan soal turunnya tarif, Bambang menjelaskan kalau pihaknya punya mekanisme yang berbeda dengan penentuan harga BBM. Di PLN, perhitungannya tarif Maret berdasar kondisi di Januari. Jadi, mundur dua bulan ke belakang. Itu tidak sama dengan BBM yang berdasar bulan sebelumnya.
"Kondisi Januari, dihitung Februari, dan berlaku Maret. Mekanismenya begitu," terangnya. Jika mekanismenya seperti itu, bisa jadi tarif listrik April berpotensi naik kembali. Sebab, pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM karena fluktuasi minyak dunia selama Februari. Tarif listrik sendiri didasarkan pada rata-rata harga minyak Indonesia, inflasi, dan kurs.
Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun menambahkan, karena ICP Januari 2015 sebesar USD 45,3 per barel, dari sebelumnya USD 59,56 per barel. Lantas, ada deflasi sebesar 0,24 persen pada Januari. Pihakya mencatat ada keinaikan rata-rata kurs rupiah terjadap dolar. "Biaya produksi listrik menjadi turun karena turunnya harga minyak," terangnya. (dyn/owi/mia/dim- jpnn)