kotabontang.net - Kisah Asriyadi Pria Asal Bontang yang Meniti Karir di Jepang - Pria asal Bontang ternyata mampu mengukir prestasi gemilang. Asriyadi namanya. Lulusan Rigomasi ini mampu dipercaya mengelola perusahaan di Jepang.
Saat dihubungi klikbontang.com melalui email, Adi --sapaan akrabnya-- mengaku tak menyangka bisa dipercaya untuk mengelola salah satu perusahaan di Jepang. Jalan menjadi pengelola perusahaan di Negeri Matahari Terbit bukanlah semudah membalikan telapak tangan.
Sulitnya mencari pekerjaan justru dia rasakan kala itu. Beberapa perusahaan juga kerap kali menolak lamaran kerjanya. Seperti perusahaan tambang PT Pama, dan beberapa perusahaan lainnya. Hasilnya, lamaran Adi pun ditolak mentah-mentah. "Saya ditolak kerja pernah. Misal, di PT Pama, PT KMI dan juga dulu ada yang namanya PT KSB. Saya sudah sering memasukkan surat lamaran ke beberapa perusahaan, tetapi tidak ada panggilan sama sekali," jelasnya.
Namun dia tak patah semangat. Sembari wara-wiri mencari kerja, Adi pun nyambi sebagai kuli bangunan di daerah lokasi PT Pupuk Kaltim. Saya menjadi kuli bangunan di lokasi PT Pupuk Kaltim. "Ya namanya yang penting kerja saat itu. Jadi saya tidak ada rasa malu sedikit pun," ceritanya.
Namun, seiring waktu berjalan, keberuntungan justru berpihak ke dirinya. Adi mulai menemukan sebuah keberuntungan yang tak disangka-sangka. Bermula dari informasi sebuah koran yang digunakan sebagai bungkusan nasi, Adi membaca tentang informasi mengenai adanya kerjasama Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) bersama dengan Pemerintah Jepang.
"Saya membaca koran bungkusan nasi tertera ulasan tentang kerjasama Depnaker dan Pemerintah Jepang tentang penerimaan pemagangan. Nah, kemudian saya mencoba menghubungi Depnaker. Dan ternyata benar ada," jelasnya.
Berkas pun dia siapkan untuk mencoba memasukan lamaran untuk menjadi kandidat peserta magang yang akan dikirim ke Jepang. Siapa sangka, dari bungkusan koran itu ternyata nama Adi menjadi salah satu nama yang lolos untuk diberangkatkan. "Saat itu saya memenuhi persyaratan kemudian melalui tes yang cukup padat akhirnya saya lolos," ungkapnya.
Adi dan sejumlah peserta magang lainnya pun secara resmi diberangkatkan oleh Depnaker pada 2000. Selama magang itulah rupanya semangat pantang menyerah dan ulet membuat Adi merasakan hasil jerih payahnya saat ini. Seiiring jalannya waktu, hasil magang berbuah manis. Dirinya pun saat ini dipercaya untuk mengelola perusahaan yang bergerak di bidang pembentukan plastik dan PVC. Bukan hanya sebagai pengelola, dirinya juga berhasil menjadi owner di perusahaan itu.
"Untuk saat ini saya mengelola usaha di bidang pembentukan plastik terutama PVC , posisi saya sekarang pengelola pabrik dan juga owner," kata dia.
Ada yang menarik dari kisah sukses pria asal Bontang satu ini. Adi --sapaan akrab Asriyadi-- menceritakan, peluang di Jepang untuk berekspresi lebih baik cukup terbuka lebar. Jepang bukanlah negara yang begitu mempersoalkan tingkat pendidikan. Kata Adi, Nipon --sebutan lain dari Jepang-- tidak pernah mempermasalahkan pekerja dengan tingkat pendidikan.
Menurut Adi, Jepang lebih senang dengan pekerja yang memiliki kemampuan dan kemauan yang tinggi. Bahkan, jika dihitung dalam angka, pabrik di Jepang lebih didominasi pekerja yang hanya memiliki tingkat lulusan sebatas SMP. Bisa dibayangkan betapa luasnya lapangan pekerjaan di Jepang. "Jadi, kesimpulannya sekolah sangatlah tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dimana ada kemauan disitulah digembleng sehingga timbulah kemampuan," katanya.
Namun hal tersebut bukanlah tanpa ada duka. Cerita kelam juga kerap kali mengiringi langkahnya untuk mendapatkan hasil yang manis. Kata dia, sebagai orang asing di Negeri Sakura bukannya tak pernah ada persoalan yang dihadapi. Kadang, meski sudah cukup lama berdomisili di Jepang, ia juga sering dipusingkan dengan bahasa yang menyinggung hukum dan peraturan. "Kalau mengenai suka dan duka sudah pasti ada, apalagi saya orang asing, meskipun sudah lama hidup di sini ada saja hal yang selalu bikin pusing menyangkut dengan bahasa yang menyinggung hukum dan peraturan," jelasnya.
Adi mengaku dirinya mendapatkan penghasilan yang cukup fantastis bila dibandingkan bekerja di Bontang. Dalam setahun, pria yang memiliki kumis tipis situ bisa mengantongi penghasilan senilai 10 juta yen atau setara dengan Rp 1 miliar. "Mengenai pendapatan saya per tahun sekitar 10 juta yen. Mungkin sekitar 1 miliar rupiah," terangnya.
Meski berpenghasilan selangit, Adi mengaku ini bukanlah titik puncak karirnya. Kata dia, masih banyak yang harus dia raih. Cita-cita mulia ditanamkan dirinya. Dimana, saat ini ia berharap bisa membantu warga Indonesia berbuat banyak di Jepang. Sama seperti dirinya. "Untuk sementara ini saya masih berada di lereng gunung. Masih terlalu muda untuk mencampai puncak. Masih banyak yang belum tercapai," akunya. "Sementara ini saya sedang menerima karyawan yang berasal dari Indonesia yang berdomisili di Jepang, yang kemudian nanti mereka akan pulang ke Indonesia dan membuat suatu perusahaan nantinya. Sehingga bisa menanggulangi pengangguran. Cita-cita lain saya akan membuka cabang di Indonesia," sambungnya.
Kelamaan di negeri orang rupanya membuat Adi terkadang rindu dengan kampung halaman. Sebagai penawar rindu, tak jarang ia menyempati mampir ke restoran Indonesia. "Sekarang lumayan banyak restoran Indonesia di Jepang. Tentu ini restoran Jepang yang menyediakan halal food lebih banyak. Untuk menghilangkan rindu adalah ke masjid atau musala sehingga bisa berjumpa dengan kawan-kawan yang lainnya," tutupnya.
Sumber :