kotabontang.net - Fenomena selfie sebetulnya membuat heboh dunia sejak 2013. Kian canggihnya perangkat teknologi ditambah dengan aplikasi-aplikasi telepon pintar mendorong orang-orang memamerkan foto-foto selfie mereka. Selfie adalah foto diri sendiri yang biasanya diambil lewat telepon pintar lalu dibagikan ke berbagai media sosial.
Dunia telepon genggam dijejali oleh foto-foto selfie. Seolah tidak pernah merasa lelah memamerkan diri kepada dunia. Ketika fenomena ini kian mewabahi kehidupan, ada pemikiran 'terganggukah kejiwaan orang-orang pelaku selfie?'
Untuk menjawab hal tersebut, seorang ahlilah yang paling pantas menjelaskan fenomena selfie. Roslina Verauli, psikolog anak, remaja, dan keluarga berpendapat bahwa terlalu dini jika selfie dianggap sebagai gangguan kejiwaan.
“Pada dasarnya semua orang yang sehat mampu narsis,” kata perempuan yang akrab disapa Vera itu kepada CNN Indonesia. “Pendekatan teori psikoanalasis Sigmund Freud menyebutkan bahwa manusia sehat harus mampu menghargai dirinya sendiri,” tutur Vera.
Menghargai diri, itu adalah kata kunci yang perlu dipegang. Bentuknya pun bermacam menurut Vera. “Seperti mampu menjaga diri untuk tidak merokok dan menjauhi narkoba. Selfie adalah bentuk seseorang untuk menghargai dirinya.”
Seringpula selfie disebut sebagai sifat narsis pada diri seseorang. Narsisme adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan.
Ketika gejala tersebut terjadi dalam takaran yang sangat berlebihan maka disebut dengan narcissistic personality disorder atau gangguan narsisme, yang tergolong gangguan kejiwan. Namun, bukan pula berarti orang yang tak pernah melakukan foto selfie tak punya masalah dengan kejiwaan.
“Seseorang yang tidak memiliki keinginan narsis sama sekali berarti ada yang salah pada dirinya, sebab dia tidak memiliki penghayatan positif terhadap dirinya,” ucap psikolog penulis buku Ugly Duckling, Beautiful Swan tersebut.
Seseorang, Vera berpesan, sebaiknya berada di tahap yang wajar dalam melakukan selfie.
--cnnindonesia--