-->

Maandag 02 Maart 2015

Nyetriknya Bupati Tegal Ki Enthus Susmono : Lantik PNS di Kuburan, yang Mau Cerai Harus Menghadap Dirinya

kotabontang.net - BEGITU menduduki Bupati Tegal pada 8 Januari 2014, Ki Enthus Susmono galau. Bagaimana tidak, Tegal pernah menempati papan atas kabupaten terkorup di Jawa Tengah versi Komite Penyidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) pada 2013.
-------------------------
TEGAL terkenal karena banyaknya warga setempat yang merantau membuka warung tegal (warteg) di berbagai kota, terutama Jakarta. Perputaran uang di Tegal menjadi dinamis dengan adanya pengusaha warteg tersebut.

Namun, di balik cemerlangnya dunia wirausaha di sana, Kabupaten Tegal menyimpan sejumlah persoalan. Selain korupsi, ruwetnya birokrasi dan tingginya angka perceraian di kalangan pendidik menjadi isu sentral di awal kepemimpinan Enthus Susmono.

Persoalan-persoalan tersebut otomatis menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi pria yang juga berprofesi sebagai dalang itu.

Pejabat yang juga dalang itu harus bekerja keras untuk mengurai keruwetan di wilayahnya. Enthus pun segera tancap gas. Bupati 48 tahun tersebut mulai memberantas korupsi dengan menjadikan dirinya sebagai teladan bagi bawahan-bawahannya. Enthus cukup keras jika terkait suap, khususnya suap yang bersangkutan dengan proyek-proyek investasi di daerahnya.

’’Saya pastikan saya tidak terima fee proyek, juga tidak meminta fee proyek. SKPD juga saya angkat tanpa uang. Jangan suap saya dengan uang. Kalau dulu calon-calon eselon I itu silaturahmi ke saya minta ditempatkan di sini atau di situ, sekarang gantian saya yang ke mereka,” paparnya saat ditemui di rumah dinasnya di Slawi, Kabupaten Tegal, pekan lalu.

Selain itu, Enthus terbilang nyeleneh dalam mendidik para bawahannya agar tidak korupsi dan berintegritas. Salah satunya melakukan upacara pelantikan PNS di kuburan.

”Biar mereka ingat mati. Jadi, enggak sembarangan dalam bekerja, bisa berhati-hatilah. Karena kan mereka ini pelayan publik,” katanya. Di samping di kuburan, dalam waktu dekat, pihaknya akan melantik pejabat eselon II di lapas.

”Sama. Tujuannya biar mereka ingat. Mereka bisa dipenjara kalau korupsi atau melakukan hal-hal yang melanggar aturan. Biar tahu sakitnya orang dipenjara. Jadi, mereka lebih hati-hati dalam bertugas melayani masyarakat. Bahkan, saya sebetulnya punya usulan ke BKN (Badan Kepegawaian Negara) soal ini,” paparnya.

Terkait dengan tingginya kasus perceraian di Kabupaten Tegal, suami Nurlelah Sukiman itu punya cara jitu untuk menekan angka perceraian tersebut. Dia menuturkan, setiap kali ada pasangan yang berniat bercerai harus menghadap dirinya.

”Nanti mereka saya kasih wejangan segala macam. Ironisnya, angka tertinggi perselingkuhan di sini justru dari kalangan pendidik alias guru,” kata Enthus.

Hasilnya, ada yang tetap bercerai, banyak pula yang memutuskan batal bercerai. ”Kalau yang batal bercerai, saya kasih reward berupa uang,” tambahnya.

Enthus menguraikan program unggulannya yang dinamakan empat cinta. Yakni, cinta pelayanan publik, cinta produk lokal, cinta desa, dan cinta budaya. Soal program cinta pelayanan publik, dia mencontohkan penanganan ibu hamil risiko tinggi (peristi) dengan membangun sistem call center.

”Jadi, peristi langsung ke puskesmas dan rumah sakit serta kerja sama dengan bidan. Para bidan tersebut melakukan pemetaan para ibu hamil dengan risiko tinggi di daerah masing-masing. Lalu, dilaporkan kondisinya ke puskesmas, kemudian diteruskan ke dinkes dan diambil tindakan,” paparnya.

Selain itu, Pemkab Tegal menanggung living cost bagi keluarga yang menunggui pasien ibu hamil tersebut di rumah sakit. Besarannya lumayan. Yakni, Rp 400 ribu per tiga hari.

”Tapi, memang kami utamakan bagi yang enggak mampu. Dananya murni dari APBD,” ungkapnya. Berkat kecepatan peristi, Pemkab Tegal meraih penghargaan peristi terbaik se-Jawa Tengah dalam kategori Best Practice pada Januari lalu.

Di bidang administrasi kependudukan, Pemkab Tegal juga berhasil mempercepat proses pengurusan akta kelahiran, kartu keluarga (KK), dan KTP. Awalnya, pengurusan kependudukan bisa mencapai tiga bulan. ”Tapi, sekarang kurang dari seminggu. Kita juga sudah menggratiskan pengurusan semuanya itu, asal enggak telat,” ujarnya.

Dalam program cinta produk lokal, Enthus mulai mewajibkan seluruh agenda rapat pemkab memanfaatkan konsumsi dengan bahan baku lokal. Bahkan, pihaknya mengeluarkan surat edaran bupati untuk menggunakan makanan lokal pada rapat dinas apa pun. ’’Kita ganti semua makanan kayak roti yang mengandung terigu dengan penganan berbahan dasar ketela atau ubi. Ya, jajanan pasar lah. Kita mulai dari situ,’’ katanya.

Untuk program cinta desa, Enthus berkomitmen memberikan kontribusi Rp 100 juta per desa. Telah disiapkan anggaran Rp 27,8 miliar untuk 281 desa dan enam kelurahan. Menariknya, program tersebut ada sebelum berlangsung program pemerintah pusat terkait dengan transfer dana desa. ”Jadi, kita sudah duluan. Nanti tinggal ditambahkan yang dari pusat,” katanya.

Sementara itu, pada program cinta budaya, Enthus tidak melupakan asal usulnya sebagai dalang. Pemkab Tegal pun beberapa kali mengadakan event kesenian. ”Salah satunya, kita mengadakan Festival Wayang Dulongmas (Kedu, Pekalongan, Banyumas).

Masih Sering Ndalang untuk Rakyat

Kiprah Ki Enthus dalam dunia pedalangan sudah tidak diragukan lagi. Berkat ketokohannya sebagai dalang, dia menerima gelar doktor honoris causa bidang seni budaya dari International College of Business Missouri, USA, dan Laguna College of Business and Arts, Calamba, Filipina, pada 2005. Berbagai penghargaan bergengsi pun pernah diperoleh.

Bahkan, ratusan karyanya tersimpan rapi di beberapa museum. Di antaranya, Tropen Museum di Amsterdam, Belanda; Museum of International Folk Arts (MOIFA), New Mexico; dan Museum Wayang Walter Angts, Jerman.

Namun, siapa sangka, tidak sedikit yang mengkritik, bahkan berniat menggugat, Ki Enthus karena masih aktif mendalang sekalipun sudah menjabat bupati. Pihak-pihak tersebut menilai, pejabat kelahiran 21 Juni itu tidak serius dalam melakoni perannya sebagai kepala daerah.

Enthus pun menanggapi santai protes-protes tersebut. ’’Karena, jujur saya ini punya tanggungan untuk menghidupi 170 orang. Mereka bekerja di sawah dan ngurusi sampah. Mereka ikut saya sejak belum jadi bupati. Kalau cuma ngandalkan gaji yang Rp 6.300.000, ya nggak cukup,’’ paparnya.

Selain itu, Enthus hanya menerima job mendalang saat weekend. Tidak pernah dia mendalang saat hari kerja. Tarif mendalang Enthus pun masih terbilang tinggi, mencapai ratusan juta rupiah. Meski begitu, hampir keseluruhan penghasilan mendalang diperuntukkan bagi yayasannya.

Selain itu, hasil job mendalang digunakan untuk mengisi dapur di rumah dinasnya. Enthus membuka rumah dinasnya 24 jam bagi siapa saja yang ingin berkunjung ke sana. ’’Siapa saja yang mau ke sini, selalu tersedia makanannya. Ini jadi kebiasaan saya sejak di sanggar,’’ ujarnya.

Terkadang, Enthus tidak segan mengembalikan duit hasil mendalang pada pihak pengundang. ’’Kadang saya kasihan. Waktu itu, pernah ada pengajian ngundang saya. Selesai tampil, uangnya saya sumbangkan lagi ke pengundang,’’ kata Enthus sembari tersenyum.

Bukan hanya itu, Enthus juga mengatakan tidak pernah menerima gaji sebagai bupati. Gaji tersebut selalu habis untuk kepentingan masyarakatnya. Ada yang digunakan untuk membedah rumah warga yang miskin, ada pula yang diberikan pada sekolah yang berprestasi. ’’Saya juga melarang SKPD menyumbang ke saya,’’ katanya.

Enthus pun tetap royal menerima tamu di kantor maupun rumah dinasnya dari berbagai kalangan. Dalam sehari, jumlah tamunya bisa mencapai puluhan orang. Mulai warga yang mengadukan sengketa tanah, organisasi yang ingin mengadakan suatu kegiatan, bahkan para fans Ki Enthus yang selalu rajin mampir untuk ngobrol bersama dirinya.

’’Bahkan, ada juga warga yang menderita gondok, terus mau operasi. Dia nggak minta dana, cuma minta dukungan. Pokoknya, sebisa mungkin saya nggak akan nolak tamu,’’ imbuhnya. (ken/c17/tom- jpnn)

Previous
Next Post »