kotabontang.net - Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memutuskan jika Golkar yang sah adalah kubu Agung Laksono. Tentu saja, Adi Darma yang ditunjuk sebagai Plt ketua DPD I Golkar Kaltim, punya kuasa untuk merombak kepengurusan di seluruh DPD II se-Kaltim.
Hal itu bisa saja terjadi. Apalagi, hubungan antara Adi yang menjabat sebagai wali kota dengan DPD II Golkar Bontang memang kurang "harmonis". Maklum, Adi yang sebelumnya menjabat sebagai ketua harian Golkar Kaltim, merasa "diganggu" oleh kehadiran ketua Golkar Bontang, Andi Harun yang ternyata juga berniat menjadi wali kota.
Sebelum "ditebas" Adi, Golkar Bontang buru-buru angkat suara. Sekretaris Golkar Bontang, Harman Thamrin menegaskan, Adi tidak bisa mengganti kepengurusan beringin Kota Taman saat ini. Pasalnya, kepengurusan di Bontang merupakan produk musyawarah nasional (munas) Riau, dengan ketua DPP Aburizal "Ical" Bakrie dan sekretaris Idrus Marham.
"Yang perlu digarisbawahi, DPD II Golkar Bontang yang sekarang berafiliasi pada munas Riau. Karena, kepengurusan dibentuk sebelum adanya munas Bali atau Ancol. Musda (musyawarah daerah) Golkar Bontang 23 November 2014 lalu, juga dihadiri Adi Darma, Mukmin Faisyal, Neni Moerniaeni, dan Sofyan Hasdam. Bahkan, Neni menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengurusan. Jadi, ada aturan main yang harus dilalui. Kan ketua musda dulu saya," katanya, ditemui di kantor Golkar Bontang, Selasa (24/3) kemarin.
Harman juga menegaskan, meski kubu Agung mendapat SK Kemenkumham, tetap saja harus mengacu pada aturan main serta anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
"Kalau mau main karteker, harus dilihat sudah habis atau belum (kepengurusannya, Red.). Khusus Bontang, itu baru. Secara organisasi Golkar Bontang tidak ada masalah. Selain itu, kami bukan pengurusan yang diperpanjang masa jabatannya seperti daerah lain," kata pria yang juga berprofesi sebagai pengacara itu.
Justru dia mempertanyakan dasar akan dibentuknya karteker pengurus DPD II. "Kalau dibentuk plt atau karteker, seolah-olah kepengurusan lama diambilalih. Artinya mereka kan juga mengakui kepengurusan sebelumnya. Kecuali, kalau mereka (kubu Agung, Red.) punya aturan main sendiri. Kalau demikian, langsung saja bentuk kepengurusan. Tidak perlu karteker," cetusnya.
Kecuali, kata dia, jika kepengurusan di suatu daerah itu sudah habis atau stagnan, maka pengurusa di atasnya berhak membentuk karteker, sampai digelarnya musda. "Adakah perintah Agung untuk menunjuk karteker di DPD II, setahu saya konsolidasi. Kecuali kalau waktunya habis atau stagnan. Kalau ini seolah-olah buat baru. Belum ada sejarahnya, karteker tunjuk karteker," candanya.
Sebelumnya, Adi sendiri menegaskan jika dirinya akan melakukan konsolidasi yang melibatkan seluruh pengurus Golkar provinsi, kabupaten/kota, dan seluruh anggota dewan. Dia juga mengaku tidak akan main "tebas" terhadap loyalis Ical. Meski demikian, munculnya Andi Harun, Harman, dan ketua DPRD Kaharuddin Jafar dalam pertemuan dengan Mukmin beberapa waktu lalu, membuat Adi geram.
"Tidak ada istilah main babat. Saya akan konsolidasikan seluruh pengurus. Saya ajak semua bergabung untuk menjadi pengurus Golkar yang sah menurut pemerintah. Kalau tidak mau bergabung, itu adalah risiko politik masing-masing," kata Adi, belum lama ini. (gun/agi/sapos.co.id)