kotabontang.net - INDONESIA adalah negara yang kaya akan potensi alam, terutama di bidang pertanian, baik dari hulu hingga ke hilir. Salah satu hasil pertanian di Indonesia yang banyak digemari adalah tanaman rempah-rempahan seperti jahe.
Jahe terdiri dari tiga macam, yaitu jahe putih, jahe kecil/jahe emprit, dan jahe merah. Ketiganya memiliki khasiat yang hampir sama namun juga memiliki kelebihan masing-masing terutama jahe merah.
Jahe merah adalah tanaman semusim dengan tinggi sekitar 40 sampai dengan 50 cm. Perbedaan jahe merah dengan tanaman jahe biasanya adalah rasanya yang lebih pedas, rimpangnya lebih kecil dan warnanya yang kemerah-merahan berbeda dengan varietas jahe lain yang cenderung berwarna putih.
Seperti telah diketahui, jahe merah (zingiber officinale roscoe) merupakan rempah-rempah Indonesia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada bidang kesehatan. Jahe merah berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina.
Jahe merah termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), satu keluarga dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Curcuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), serta lengkuas (Languas galanga).
Jahe merah digunakan di seluruh dunia sebagai bahan masakan pedas, rempah-rempah dan obat herbal. Cina, India, Malaysia, Arab, Afrika dan Indonesia, jenis tanaman berumbi ini banyak digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional secara turun temurun sejak ratusan tahun lalu.
Beberapa penelitian telah membuktikan jahe memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Kandungan senyawa jahe merah yang berpengaruh dalam aktivitas antioksidan juga telah ditemukan dan beberapa di antaranya telah diidentifikasi, di antaranya adalah ditemukan bahwa jahe merah merupakan sumber utama melatonin yang mampu melindungi DNA dari kerusakan akibat radikal bebas.
Keuntungan Budidaya Jahe Merah
Siapa sangka di balik tumbuhan yang sederhana ini terkandung banyak sekali manfaat yang ada di dalamnya. Tentu akan sangat membantu jika kita mempunyai banyak cadangan jahe merah di rumah, sehingga jika keadaan darurat tidak sulit untuk mendapatkannya.
Budidaya jahe merah cukup mudah. Bibit yang telah dibeli disemai selama lebih kurang dua minggu hingga muncul tunas, kemudian dipindahkan ke dalam polibag atau karung. Setelah dirawat, jahe merah usia 9-11 bulan sudah bisa dipanen.
Selain mudah, keuntungan finansial yang didapat dari budidaya jahe merah juga cukup menggiurkan. Jika untuk 1 polibag yang berisikan 3 pucuk jahe merah modal yang diperlukan sebesar Rp5.000, kemudian pada saat panen setiap polibag menghasilkan 9 kg (3kg/pucuk) dan dijual seharga Rp25.000/kg, maka hasil yang didapat sebesar 9kg x Rp25.000 = Rp225.000 atau untung Rp220.000. Itu baru perhitungan 1 polibag saja.
Jika kemudian membudidayakan jahe merah sebanyak 100 polibag maka modal yang dibutuhkan hanya Rp. 500.000, namun keuntungan yang didapat akan berkali lipat, yaitu sebesar Rp. 22.000.000.
Tingkat kebutuhan akan jahe merah tentu kian meningkat di masa mendatang sehingga harga jual akan terus melambung, maka bayangkan berapa keuntungan yang didapat dari usaha budidaya jahe merah ini.
Peluang ini telah dibaca oleh penulis yang juga merupakan peserta Indonesia Bangun Desa, yaitu program beasiswa kewirausahaan dan berbasis di bidang pertanian. Penulis yang saat ini ditempatkan di Desa Gilangharjo, Kabupaten Bantul Jogjakarta, bersama rekannya kemudian menginisiasi pembentukan kelompok Petani Muda Desa Gilangharjo untuk kemudian bersama-sama menjalankan gerakan Satu Rumah Satu Jahe Merah.
Penulis juga terbuka jika ada pihak yang ingin datang berkunjung ke desa penempatannnya untuk bersama-sama menyukseskan gerakan ini. Gerakan bersama pemuda-pemudi desa ini diharapkan mampu mendobrak semangat untuk menjadikan Desa Gilangharjo sebagai desa penghasil jahe merah terbesar di Yogyakarta.
* Maya Patriani, Peserta Indonesia Bangun Desa angkatan pertama, Lulusan Universitas Lambung Mangkurat. Lokasi penempatan di Desa Gilangharjo, Bantul (DI. Yogyakarta).