kotabontang.net - Kisah Nabi Musa mungkin adalah salah satu mukjizat yang paling terkenal. Namun belakangan para ilmuwan mulai mempertanyakan peristiwa yang terjadi di Laut Merah itu. Bagaimana bisa laut terbelah sedemikian rupa? Benarkah itu keajaiban? Atau ada hal yang lebih masuk akal dan ilmiah?
Dr Bruce Parker, mantan kepala peneliti kelautan di NOAA, Amerika Serikat. Percaya bahwa Nabi Musa sebenarnya sudah memahami teori bulan dan tentang pasang air laut. Ia, katanya, sudah bisa memprediksikan kapan air laut akan surut sejenak sehingga ia bisa menyeberangkan bangsa Israel yang dikejar Firaun.
Teori inilah yang menjadi dasar dalam pembuatan film 'Exodus: Gods and Kings'. Film terbaru karya Ridley Scott ini memang mengupas “keajaiban” yang termaktub di dalam kitab suci: terbelahnya Laut Merah.
Dalam versi Scott, air tidak menjelma serupa tembok besar yang mengapit jalan setapak. Ia mengaku gambaran tentang peristiwa besar tersebut lebih realistis dan bersandar pada kejadian alami. Dalam karyanya, keganjilan perilaku air itu adalah efek dari tsunami. Sebagaimana diketahui, perairan di pesisir akan surut menjelang tsunami menerjang.
Teori ini bukan tak mengundang masalah. Periode air surut pra-tsunami biasanya hanya berlangsung sekitar 10-20 menit. Durasi tersebut teramat singkat bagi anak-anak Israel untuk menyeberangi dasar perairan yang kering. Selain itu, Nabi Musa sepertinya tidak mengetahui waktu persis terjadinya gempa dan tsunami kecuali atas bisikan Tuhan. Tetapi, jika demikian, elemen keajaiban akan tetap hadir—sesuatu yang ingin dihindari Scott.
Ada penjelasan lebih masuk akal mengenai bagaimana jalan yang sifatnya sementara itu terbentuk: fenomena pasang-surut air laut. Kuat dugaan bahwa Nabi Musa sanggup meramalkan kapan gejala umum itu terjadi. Di sejumlah tempat, pasang laut memungkinkan keringnya dasar laut dalam waktu beberapa jam. Pada 1798, Napoleon Bonaparte dan sekelompok kecil pasukan berkuda pernah menyeberangi Teluk Suez, ujung utara Laut Merah, tempat yang kira-kira diseberangi Nabi Musa dan bangsa Israel. Setelah berjalan lebih dari satu kilometer di tengah surutnya laut, pasang tiba-tiba datang dan nyaris menenggelamkan pasukan Napoleon.
Nabi Musa pernah tinggal di dekat lokasi tersebut selama bertahun-tahun. Ia memahami tempat iring-iringan pedagang melewati Laut Merah saat laut surut. Ia mengetahui gejala di langit dan menguasai metode purba dalam memperkirakan pasang. Firaun dan para penasihatnya, sebaliknya, tinggal di sepanjang Sungai Nil yang terhubung dengan Laut Tengah yang tenang. Mereka kemungkinan tidak banyak mengetahui siklus pasang di Laut Merah beserta potensi bahaya yang menyertai.
Sebuah bukti lagi patut dikemukakan. Seorang penulis bernama Eusebius (263-339 M) menukil dua versi cerita Laut Merah oleh sejarawan bernama Artapanus (80-90 SM). Salah satu versi berbunyi sebagai berikut: “[Nabi] Musa, mengetahui kondisi daerah itu, menunggu air surut dan membimbing orang-orang untuk menyeberang saat laut kering.”
Anda mau percaya yang mana?